12/01/21

Single Tapi Se-gank Sama Temen yang Sudah Pada Nikah Semua Itu Fix Gak Asyik!!

 

unsplash.com/Priscilla du Preez

Dalam banyak kehidupan bersosial seseorang biasanya memiliki satu atau bahkan lebih kelompok orang yang kerap dijadikan teman dekat. Entah itu karena kesamaan visi, nasib atau hanya sekadar nyaman dan nyambung saja. Biasanya pertemanan itu menjadikan kelompok-kelompok kecil orang yang disebut sebagai geng pertemanan.

Mulai dari anak muda bahkan hingga orang dewasa biasanya akan memiliki geng pertemanan tersebut. Bisa terbentuk saat masih di sekolah, kampus, organisasi dan sebagainya. Ada yang bilang jika sebuah pertemanan sudah berlangsung lebih dari tujuh tahun, biasanya akan awet hingga tua. Setidaknya itulah mengapa tidak banyak orang memiliki teman yang awet. Semua orang akan berubah seiring berjalannya waktu. Hanya segelintir teman saja yang akan tinggal.

Meskipun begitu ternyata punya teman yang sudah kita kenal lama nyatanya tidak juga berjalan semulus pepatah tersebut. Akan ada momen dimana kamu merasa sedikit banyak tidak nyaman bahkan saat bersama mereka. Dalam kebanyakan kasus adalah saat geng pertemanan itu sudah pada menikah semua dan tersisa kamu sendirian yang masih single. Jangan ditanya bagaimana rasanya, kebanyakan orang akan menutupi itu di depan para temannya.

Pertanyaan-pertanyaan tentang kapan menyusul itu bakalan terus menghantui di setiap pertemuan. Atau bahkan dalam grup chat sekalipun, sindiran-sindiran konyol itu kerap ada. Awalnya sih biasa aja, tetapi lama kelamaan kok illfeel juga ya. Gini ya Sob, dalam hidup kita yang singkat ini tidak ada satu orang pun yang tau bakal bagaimana jalan hidupnya. Tidak ada yang tau kapan datang waktu untuk bisa sukses, berumah tangga, punya anak dan sebagainya.

Nah, ketika ternyata kamu lebih dulu bisa menggapai salah satu dari tujuan hidup tersebut, tolong jangan terlalu berbesar hati. Kamu boleh terlihat peduli dan selalu memberikan dukungan untuk temanmu yang single. Tetapi jangan menghakimi dan memberikan lontaran kalimat yang mungkin akan menyakitkan hati.

Nasihat yang paling bijak nyatanya sering diberikan seakan sudah hidup ratusan tahun dan punya pengalaman segudang. Terlebih saat mereka tau umur kamu sudah berada di titik kritis usia untuk menikah yang seharusnya juga sudah punya dua anak. Jangan pilah-pilih, punya kriteria pendamping tidak boleh terlalu tinggi, mau nunggu apa lagi sih. Setidaknya kalimat itu sering banget terdengar di telinga.

Belum lagi buat kaum hawa, sindiran susah memiliki anak dan berisiko tinggi hamil di usia tua akan selalu menakutkan. Saya tidak mengerti mungkin bagi mereka ‘keperdulian’ semacam itu adalah wajar. Atau kah saya yang memang terlalu membawa perasaan?? Well, jika posisinya dibalik mungkin mereka akan merasakan hal yang sama.

Misalnya saja saya yang memiliki tiga orang teman yang sudah dekat sejak tahun 2003 hingga kini. Kurang lebih sudah 17 tahun kami saling mengenal dan berbagi hal menarik di dalam hidup. Tentunya segala seluk beluk, suka dan duka sudah saling dipahami satu sama lain. Tetapi ketika momen mereka semua telah berkeluarga tiba, disaat itu saya sadar semua tak lagi sama.

Sebagai orang seorang single, saya merasakan kecanggungan yang tidak dapat dilukiskan kata. Saat mereka membahas masalah kehamilan, anak, suami, kerempongan menjadi seorang ibu, saya tidak bisa relate akan hal tersebut. Dan parahnya ketika sering ada guyonan tentang urusan ‘dapur mereka’ yang harusnya jadi hal privasi. Sungguh itu tidak lucu sama sekali Sob!

Memang saya memaklumi ketika meet up mereka harus membawa serta anak mereka dan saya memaklumi akan hal itu. Toh, saya juga senang dengan anak-anak jadi bisa sekalian main dengan mereka. Tetapi daripada hal yang menyenangkan ternyata lebih banyak gak enaknya.

Salah satu contoh, saat itu saya pernah janjian ke suatu tempat bersama salah seorang teman, tetapi dia terlambat dua jam lebih. Posisi saya sudah ready, dia belum datang dan sudah dihubungi puluhan kali tetapi tidak ada respon. Akhirnya dia datang tanpa permintaan maaf dan bilang kalau terlambat karena harus mengurus anaknya dulu.

Mengapa tidak mempersiapkan lebih awal? Atau setidaknya memberitahu bahwa akan datang terlambat? Toh, hal-hal tersebut bisa dia antisipasi karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Saya paham bahwa mengurus anak itu bukan perkara mudah, tetapi pahamilah tidak semua orang mau menunggu selama itu. Akan menjadi semakin sungkan jika ternyata temanmu itu membawa suami turut serta.

Belum lagi ucapan-ucapan manis di antara mereka yang tak ingin saya dengar. Saya tau hubungan rumah tangga mereka berjalan harmonis, tetapi sepertinya tidak harus diberitahu ke orang-orang juga kan?

Inilah mengapa saya lebih memilih di rumah saja atau hangout sendirian. Demi menghindari hal-hal yang akan membuat jengah. Saya sadar kini semua punya jalannya masing-masing dan mereka mungkin sudah tidak seasyik dulu. Pertemanan ini rasanya memang sudah benar-benar berubah, setidaknya mungkin sampai ketika saya sudah menikah nanti.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;