![]() |
| unsplash.com/Priscilla du Preez |
Dalam
banyak kehidupan bersosial seseorang biasanya memiliki satu atau bahkan lebih
kelompok orang yang kerap dijadikan teman dekat. Entah itu karena kesamaan
visi, nasib atau hanya sekadar nyaman dan nyambung saja. Biasanya pertemanan
itu menjadikan kelompok-kelompok kecil orang yang disebut sebagai geng pertemanan.
Mulai dari
anak muda bahkan hingga orang dewasa biasanya akan memiliki geng pertemanan
tersebut. Bisa terbentuk saat masih di sekolah, kampus, organisasi dan
sebagainya. Ada yang bilang jika sebuah pertemanan sudah berlangsung lebih dari
tujuh tahun, biasanya akan awet hingga tua. Setidaknya itulah mengapa tidak
banyak orang memiliki teman yang awet. Semua orang akan berubah seiring
berjalannya waktu. Hanya segelintir teman saja yang akan tinggal.
Meskipun
begitu ternyata punya teman yang sudah kita kenal lama nyatanya tidak juga berjalan
semulus pepatah tersebut. Akan ada momen dimana kamu merasa sedikit banyak
tidak nyaman bahkan saat bersama mereka. Dalam kebanyakan kasus adalah saat geng
pertemanan itu sudah pada menikah semua dan tersisa kamu sendirian yang masih
single. Jangan ditanya bagaimana rasanya, kebanyakan orang akan menutupi itu di
depan para temannya.
Pertanyaan-pertanyaan
tentang kapan menyusul itu bakalan terus menghantui di setiap pertemuan. Atau
bahkan dalam grup chat sekalipun, sindiran-sindiran konyol itu kerap ada.
Awalnya sih biasa aja, tetapi lama kelamaan kok illfeel juga ya. Gini ya Sob, dalam hidup kita yang singkat ini
tidak ada satu orang pun yang tau bakal bagaimana jalan hidupnya. Tidak ada
yang tau kapan datang waktu untuk bisa sukses, berumah tangga, punya anak dan
sebagainya.
Nah, ketika
ternyata kamu lebih dulu bisa menggapai salah satu dari tujuan hidup tersebut, tolong
jangan terlalu berbesar hati. Kamu boleh terlihat peduli dan selalu memberikan
dukungan untuk temanmu yang single. Tetapi jangan menghakimi dan memberikan
lontaran kalimat yang mungkin akan menyakitkan hati.
Nasihat
yang paling bijak nyatanya sering diberikan seakan sudah hidup ratusan tahun
dan punya pengalaman segudang. Terlebih saat mereka tau umur kamu sudah berada
di titik kritis usia untuk menikah yang seharusnya juga sudah punya dua anak.
Jangan pilah-pilih, punya kriteria pendamping tidak boleh terlalu tinggi, mau
nunggu apa lagi sih. Setidaknya kalimat itu sering banget terdengar di telinga.
Belum lagi
buat kaum hawa, sindiran susah memiliki anak dan berisiko tinggi hamil di usia
tua akan selalu menakutkan. Saya tidak mengerti mungkin bagi mereka
‘keperdulian’ semacam itu adalah wajar. Atau kah saya yang memang terlalu membawa
perasaan?? Well, jika posisinya dibalik mungkin mereka akan merasakan hal yang
sama.
Misalnya
saja saya yang memiliki tiga orang teman yang sudah dekat sejak tahun 2003
hingga kini. Kurang lebih sudah 17 tahun kami saling mengenal dan berbagi hal
menarik di dalam hidup. Tentunya segala seluk beluk, suka dan duka sudah saling
dipahami satu sama lain. Tetapi ketika momen mereka semua telah berkeluarga
tiba, disaat itu saya sadar semua tak lagi sama.
Sebagai
orang seorang single, saya merasakan kecanggungan yang tidak dapat dilukiskan
kata. Saat mereka membahas masalah kehamilan, anak, suami, kerempongan menjadi
seorang ibu, saya tidak bisa relate
akan hal tersebut. Dan parahnya ketika sering ada guyonan tentang urusan ‘dapur
mereka’ yang harusnya jadi hal privasi. Sungguh itu tidak lucu sama sekali Sob!
Memang saya
memaklumi ketika meet up mereka harus
membawa serta anak mereka dan saya memaklumi akan hal itu. Toh, saya juga senang dengan anak-anak jadi bisa sekalian main
dengan mereka. Tetapi daripada hal yang menyenangkan ternyata lebih banyak gak
enaknya.
Salah satu
contoh, saat itu saya pernah janjian ke suatu tempat bersama salah seorang
teman, tetapi dia terlambat dua jam lebih. Posisi saya sudah ready, dia belum datang dan sudah
dihubungi puluhan kali tetapi tidak ada respon. Akhirnya dia datang tanpa
permintaan maaf dan bilang kalau terlambat karena harus mengurus anaknya dulu.
Mengapa
tidak mempersiapkan lebih awal? Atau setidaknya memberitahu bahwa akan datang
terlambat? Toh, hal-hal tersebut bisa
dia antisipasi karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Saya paham bahwa
mengurus anak itu bukan perkara mudah, tetapi pahamilah tidak semua orang mau
menunggu selama itu. Akan menjadi semakin sungkan jika ternyata temanmu itu
membawa suami turut serta.
Belum lagi
ucapan-ucapan manis di antara mereka yang tak ingin saya dengar. Saya tau
hubungan rumah tangga mereka berjalan harmonis, tetapi sepertinya tidak harus
diberitahu ke orang-orang juga kan?
Inilah mengapa saya lebih memilih di rumah saja atau hangout sendirian. Demi menghindari hal-hal yang akan membuat jengah. Saya sadar kini semua punya jalannya masing-masing dan mereka mungkin sudah tidak seasyik dulu. Pertemanan ini rasanya memang sudah benar-benar berubah, setidaknya mungkin sampai ketika saya sudah menikah nanti.



0 komentar:
Posting Komentar